MENCOBA BERPIKIR DALAM KEBISINGAN

 

Pandangan terhadap kepercayaan nenek moyang dengan perkembangan ilmu pengetahuan di era sekarang. 

Kepercayaan terhadap keyakinan nenek moyang bisa dianggap local wisdom yang dapat dipakai sebagai pegangan hidup masyarakat Manggarai.

Keyakinan adalah sebuah sikap subyektif bahwa sesuatu atau proposisi itu benar. Dalam epistemologi, para filsuf menggunakan istilah "kepercayaan" untuk merujuk pada sikap tentang dunia yang bisa benar atau salah. Wikipedia

Begitu banyak keyakinan yang dianggap sakral serta ampuh mengatasi persoalan hidup masyarakat Manggarai. Meski kita sekarang hidup di tahun 2023, tetap saja budaya keyakinan terhadap hal-hal gaib dan kepercayaan tentang adanya kekuatan supranatural pada benda-benda atau yang biasa di sebut dinamisme masih dipegang teguh oleh masyarakat Manggarai. (Dinamisme adalah kepercayaan terhadap benda-benda di sekitar manusia karena diyakini memiliki kekuatan gaib) 

Cara pandang hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta persoalan keyakinan memang menjadi sikap yang subjektif, namun dengan menjadi manusia yang hidup di era tekhnologi, era milenial sangatlah susah untuk menyesuaikan dengan konsep dinamisme ini. Banyak persoalan ataupun pertanyaan Kritis yang melintas dipikiran kaum milenial. Namun seringkali ditepis oleh aura lingkungan yang masih melekat pada cara pandang lama. 

Di dalam dunia pendidikan seringkali diajarkan agar berpikir kritis, selalu mempertanyakan terhadap fenomena yang terjadi, meragukan suatu teori baru agar kita dapat menyaring informasi yang benar-benar sesuai dengan akal dan nalar kita. Pertanyaan-pertanyaan dari siswa/i sangat diharapkan dari guru yang mengajar, sebab sebuah teori atau pengetahuan berawal dari rasa ingin tahu. Entah kenapa, konsep tentang kritis terhadap dinamisme menjadi hal yang tabu di dalam budaya kita? Siapa yang akan menghakimi kita jika kita berpikir kritis? Apa dampak dari kita berpikir kritis? Semua jawaban dari pertanyaan itu dirangkum menjadi satu "dasar manusia yang tidak tau adat, tidak menghormati orang tua dan saya pastikan kamu bakal dikutuk". Sungguh sangat disayangkan. 🤔

Ada sebuah cerita lama yang terjadi di sebuah kampung di Manggarai, semua warga kampung berbondong-bondong mendekati dan mengepung sepasang mahkluk yang dianggap jin/setan (empo Dehong). Ketika ditanya, siapa kamu? Kamu dari mana? Apa tujuanmu kemari? Sepasang mahkluk itupun hanya diam dan bergetar ketakutan, sebab orang yang mengelilingi meraka semuanya memegang tombak dan parang. Selain itu sepasang mahkluk itupun tidak mengerti apa yang diucapkan oleh warga. 


Empo Dehong dalam kepercayaan masyarakat Manggarai adalah mahkluk kejam yang memangsa manusia terlebih khusus anak kecil. Ciri-ciri nya tinggi, putih (nggera), tidak berbicara selayaknya manusia. Dalam artian pada saat itu bahasa Manggarai atau Indonesia adalah bahasa yang dimengerti oleh manusia. 

Ketika sepasang mahkluk ini mencoba berkomunikasi dengan tujuan bahwa hal ini adalah salah paham. Warga kampung pun semakin menjadi-jadi untuk membunuh sepasang mahkluk ini. "Hitu pa, denge taung Hitu laun, empo Dehong so,o. Elo kaut tombo'd, incu ancung incu ancung hang nuru ndaeng kaku" (Perhatian semuanya, dihadapan kita ada setan/jin). 

Para ilmuwan, peneliti asing, ataupun tourist yang ingin belajar kehidupan budaya Manggarai dianggap setan. Sungguh sangat disayangkan. Sekian...... 🙃

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dosen Unika St. Paulus Ruteng Fakultas Ilmu Kesehatan Prodi D3 Kebidanan Melakukan Kegiatan Pengabdian Masyarakat di SMPN 1 RUTENG CANCAR.

Sosialisasi Pelayanan Rumah Sakit St. Rafael Cancar

UNIKA St PAULUS RUTENG MELAKUKAN KEGIATAN EKSTRAKURIKULER DI SMPN 1 RUTENG CANCAR